1. Rasulullah bersabda:
لاَ يَقْعُدُ قَوْمٌ يَذْكُرُوْنَ
اللهَ تَعَالَى إِلاَّ حَفَّتْهُمُ الْمَلاَئِكَةُ وَغَشِيَتْهُمُ
الرَّحْمَةُ وَنَزَلَتْ عَلَيْهِمْ السَّكِيْنَةُ وَذَكَرَهُمُ اللهُ
فِيْمَنْ عِنْدَهُ (رواه مسلم)
“Tidaklah sekelompok orang
berkumpul dan bardzikir menyebut Nama-nama Allah kecuali mereka
dikelilingi oleh para Malaikat, diliputi rahmat, diturunkan kepada
mereka ketenangan, dan Allah sebut mereka di kalangan para Malaikat yang
mulia”. (HR. Muslim)
2. al-Imam Muslim dan al-Imam at-Tirmidzi meriwayatkan:
أَنَّ النَّبِيَّ صَلّى اللهُ
عَليهِ وَسَلّمَ خَرَجَ عَلَى حَلْقَةٍ مِنْ أَصْحَابِهِ، فَقَالَ: مَا
يُجْلِسُكُمْ ؟ قَالُوْا: جَلَسْنَا نَذْكُرُ اللهَ وَنَحْمَدُهُ، فَقَالَ:
إِنَّهُ أَتَانِيْ جِبْرِيْلُ فَأَخْبَرَنِيْ أَنَّ اللهَ يُبَاهِيْ
بِكُمْ الْمَلاَئِكَةَ (أخرجه مسلم والترمذيّ)
“Suatu ketika Rasulullah keluar
melihat sekelompok sahabat yang sedang duduk bersama, lalu Rasulullah
bertanya: Apa yang membuat kalian duduk bersama di sini? Mereka menjawab: Kami duduk berdzikir kepada Allah dan memuji-Nya, kemudian Rasulullah
bersabda: “Sungguh Aku didatangi oleh Jibril dan ia memberitahukan
kepadaku bahwa Allah membanggakan kalian di kalangan para Malaikat”. (HR. Muslim dan at-Tirmidzi)
3. Dalam hadits lain Rasulullah bersabda:
مَا مِنْ قَوْمٍ اجْتَمَعُوْا
يَذْكُرُوْنَ اللهَ لاَ يُرِيْدُوْنَ بِذَلِكَ إِلاَّ وَجْهَهُ تَعَالَى
إِلاَّ نَادَاهُمْ مُنَادٍ مِنَ السَّمَاءِ أَنْ قُوْمُوْا مَغْفُوْرًا
لَكُمْ (أخرجه الطّبَرانِيّ)
“Tidaklah suatu kaum berkumpul untuk berdzikir, dan
mereka tidak berharap dengan itu kecuali untuk mendapat ridla Allah
maka Malaikat menyeru dari langit: Berdirilah kalian dalam keadaan sudah
terampuni dosa-dosa kalian”. (HR. ath-Thabarani)
Sedangkan dalil yang menunjukkan kesunnahan mengeraskan suara dalam berdzikir secara umum, di antaranya adalah hadits Qudsi: Rasulullah bersabda:
يَقُوْلُ اللهُ تَعَالَى: أَنَا
عِنْدَ ظَنِّ عَبْدِيْ بِيْ، وَأَنَا مَعَهُ إِذَا ذَكَرَنِيْ، فَإِنْ
ذَكَرَنِيْ فِيْ نَفْسِهِ ذَكَرْتُهُ فِيْ نَفْسِيْ، وَإِنْ ذَكَرَنِيْ
فِيْ مَلَإٍ ذَكَرْتُهُ فِيْ مَلَإٍ خَيْرٍ مِنْهُمْ (متّفق عليه)
“Allah berfirman: “Aku Maha kuasa untuk berbuat seperti harapan hambaku terhadap-Ku”, dan Aku senantiasa menjaganya dan memberikan taufiq serta pertolongan terhadapnya jika ia menyebut nama-Ku. Jika ia menyebutku dengan lirih maka Aku akan memberinya pahala dan rahmat secara sembunyi-sembunyi, dan jika ia menyebut-Ku secara berjama’ah atau dengan suara keras maka Aku akan menyebutnya di kalangan para Malaikat yang mulia”. (HR. al-Bukhari dan Muslim)
Makna “Aku Maha kuasa untuk berbuat
seperti harapan hambaku terhadap-Ku” artinya; Jika hamba tersebut
berharap untuk diampuni maka akan Aku (Allah) ampuni dosanya. Jika
ia mengira taubatnya akan Aku terima maka Aku akan menerima
taubatnya. Jika ia berharap akan Aku kabulkan doanya maka akan Aku
kabulkan. Dan jika ia mengira Aku mencukupi kebutuhannya maka akan Aku cukupi kebutuhan yang dimintanya. Penjelasan ini seperti tuturkan oleh al-Qadli ‘Iyadl al-Maliki.
Dzikir Berjama’ah Setelah Shalat Dengan Suara Keras
Para ulama telah sepakat akan kesunnahan berdzikir setelah shalat (Lihat an-Nawawi dalam al-Adzkar, h. 70). Al-Imam
at-Tirmidzi meriwayatkan bahwa suatu ketika Rasulullah ditanya:
“Ayyuddu’a Asma’u?”. (Apakah doa yang paling mungkin dikabulkan?). Rasulullah menjawab:
جَوْفُ اللَّيْلِ، وَدُبُرَ الصَّلَوَاتِ الْمَكْتُوْبَاتِ، قال الترمذيّ: حَدِيْثٌ حَسَنٌ
“Doa di tengah malam, dan seusai shalat fardlu”. (at-Tirmidzi mengatakan: Hadits ini Hasan)
Dalil-dalil berikut ini menunjukkan kesunnahan mengeraskan suara dalam berdzikir secara berjama’ah setelah shalat secara khusus. Di antaranya hadits dari sahabat‘Abdullah ibn ‘Abbas, bahwa ia berkata:
كُنْتُ أَعْرِفُ انْقِضَاءَ صَلاَةِ رَسُوْلِ اللهِ بِالتَّكْبِيْرِ (رواه البخاريّ ومسلم)
“Aku mengetahui selesainya shalat Rasulullah dengan takbir (yang dibaca dengan suara keras)”. (HR. al-Bukhari dan Muslim)
Dalam hadits riwayat al-Imam Muslim disebutkan bahwa ‘Abdullah ibn ‘Abbas berkata:
كُنَّا نَعْرِفُ انْقِضَاءَ صَلاَةِ رَسُوْلِ اللهِ بِالتَّكْبِيْرِ (رواه مسلم)
“Kami mengetahui selesainya shalat Rasulullah dengan takbir (yang dibaca dengan suara keras)” (HR. Muslim)
Kemudian ‘Abdullah ibn ‘Abbas berkata:
أَنَّ رَفْعَ الصَّوْتِ
بِالذِّكْرِ حِيْنَ يَنْصَرِفُ النَّاسُ مِنَ الْمَكْتُوْبَةِ كَانَ عَلَى
عَهْدِ رَسُوْلِ اللهِ (رواه البخاريّ ومسلم)
“Mengeraskan suara dalam berdzikir ketika orang-orang telah selesai shalat fardlu sudah terjadi pada zaman Rasulullah”. (HR. al-Bukhari dan Muslim)
Dalam sebuah riwayat lain, juga diriwayatkan oleh al-Imam al-Bukhari dan al-Imam Muslim, bahwa Ibn ‘Abbas berkata:
كُنْتُ أَعْلَمُ إِذَا انْصَرَفُوْا بِذلِكَ إِذَا سَمِعْتُهُ (رواه البخاريّ ومسلم)
“Aku mengetahui bahwa mereka telah selesai shalat dengan mendengar suara berdzikir yang keras itu”. (HR. al-Bukhari dan Muslim)
Hadits-hadits ini adalah dalil
akan kebolehan berdzikir dengan suara keras, tentunya tanpa
berlebih-lebihan dalam mengeraskannya. Karena mengangkat suara dengan keras yang berlebih-lebihan dilarang oleh Rasulullah dalam hadits yang lain. Dalam
hadits riwayat al-Bukhari dari sahabat Abu Musa al-Asy’ari bahwa ketika
para sahabat sampai dari perjalanan mereka di lembah Khaibar, mereka
membaca tahlil dan takbir dengan suara yang sangat keras. Lalu Rasulullah berkata kepada mereka:
اِرْبَعُوْا عَلَى أَنْفُسِكُمْ فَإِنَّكُمْ لاَ تَدْعُوْنَ أَصَمَّ وَلاَ غَائِبًا ، إِنَّمَا تَدْعُوْنَ سَمِيْعًا قَرِيْبًا …
“Ringankanlah atas diri kalian (jangan memaksakan diri mengeraskan suara secara berlebihan), sesungguhnya
kalian tidak meminta kepada Dzat yang tidak mendengar dan tidak kepada
yang ghaib, kalian meminta kepada yang maha mendengar dan maha “dekat”
…”. (HR. al-Bukhari)
Hadits ini bukan melarang berdzikir dengan suara yang keras. Tetapi yang dilarang adalah dengan suara yang sangat keras dan berlebih-lebihan. Hadits ini juga menunjukkan bahwa boleh berdzikir dengan berjama’ah, sebagaimana dilakukan oleh para sahabat tersebut. Yang
dilaraang oleh Rasulullah dalam hadits ini bukan berdzikir secara
berjama’ah, melainkan mengeraskan suara secara berlebih-lebihan.
Doa Berjama’ah
Rasulullah bersabda:
مَا اجْتَمَعَ قَوْمٌ فَدَعَا
بَعْضٌ وَأَمَّنَ الآخَرُوْنَ إِلاَّ اسْتُجِيْبَ لَهُمْ (رواه الحاكم في
المستدرك من حديث مسلمة بن حبيب الفهري)
“Tidaklah suatu kaum berkumpul, lalu sebagian berdoa dan yang lain mengamini, kecuali doa tersebut akan dikabulkan oleh Allah”. (HR. al-Hakim dalam al-Mustadrak dari sahabat Maslamah ibn Habib al-Fihri).
Hadits ini menunjukkan kebolehan berdoa dengan berjama’ah. Artinya, salah seorang berdoa, dan yang lainnya mengamini. Termasuk
dalam praktek ini yang sering dilakukan oleh banyak orang setelah
shalat lima waktu, imam shalat berdoa dan jama’ah mengamini.
Ibn Hajar al-Haitami dalam al-Minhaj al-Qawim Syarh al-Muqaddimah al-Hadlramiyyah, menuliskan sebagai berikut:
[وَيُسِرُّ بِهِ] الْمُنْفَرِدُ
وَالْمَأْمُوْمُ خِلاَفًا لِمَا يُوْهِمُهُ كَلاَمُ الرَّوْضَةِ (إِلاَّ
الإِمَامُ الْمُرِيْدُ تَعْلِيْمَ الْحَاضِرِيْنَ فَيَجْهَرُ إِلَى أَنْ
يَتَعَلَّمُوْا) وَعَلَيْهِ حُمِلَتْ أَحَادِيْثُ الْجَهْرِ بِذَلِكَ،
لَكِنْ اسْتَبْعَدَهُ الأَذْرَعِيُّ وَاخْتَارَ نَدْبَ رَفْعِ الْجَمَاعَةِ
أَصْوَاتَهُمْ بِالذِّكْرِ دَائِمًا
“Orang yang shalat sendirian dan seorang makmum agar memelankan bacaan dzikir dan doa seusai shalatnya, -ini berbeda dengan yang dipahami dari tulisan ar-Raudlah-, kecuali
seorang Imam yang bermaksud mengajari para jama’ah tentang
lafazh-lafazh dzikir dan doa tersebut, maka ia boleh mengeraskannya
hingga jama’ah mengetahui dan hafal dzikir dan doa tersebut. Dengan makna inilah dipahami hadits-hadits mengeraskan bacaan dzikir dan doa setelah shalat. Namun
al-Imam al-Adzra’i tidak menerima pemahaman seperti ini dan beliau
memilih pendapat bahwa sunnah bagi para jama’ah hendaknya selalu
mengeraskan suara mereka dalam membaca dzikir (Sesuai zhahir hadits-hadits di atas)” (al-Minhaj al-Qawim, h. 163).
Al-Baihaqiy meriwayatkan Hadits dari Anas bin Malik ra bahwa Rasulallah saw. bersabda:
لاَنْ اَقْعُدَنَّ مَعَ
قَوْمٍ يَذْكُرُوْنَ اللهَ تَعَالَى مِنْ بَعْدِ صَلاَةِ الْفَجْرِ ِالَى
طُلُوْعِ الشَّمْسِ اَحَبُّاِلَيَّ مِنَ الدُّنْيَا وَمَا فِيْهَا (رواه
البيهاقي
“Sungguhlah aku berdzikir
menyebut (mengingat) Allah swt. bersama jamaah usai sholat Shubuh hingga
matahari terbit, itu lebih kusukai daripada dunia seisinya.”
Juga dari Anas bin Malik ra riwayat Abu Daud dan Al-Baihaqiy bahwa Nabi
saw. bersabda: ‘Sungguhlah aku duduk bersama jamaah berdzikir menyebut
Allah swt. dari sholat ‘ashar hingga matahari terbenam, itu lebih
kusukai daripada memerdekakan empat orang budak.’
Riwayat Al Baihaqy dari Abu Sa’id Al Khudrij ra, Rasulallah saw bersabda :
يَقُوْلُ الرَّبُّ جَلَّ
وَعَلاَ يَوْمَ القِيَامَةِ سَيَعْلَمُ هَؤُلاَءِ الْجَمْعَ الْيَوْمَ مَنْ
اَهْلُ الْكَرَمِ؟ فَقِيْلَ مَنْ اَهْلُ الْكَرَمِ؟ قَالَ : اَهْلُ
مَجَالِسِ الذِّكْرِ فِي الْمَسَاجِدِ (رواه البيهاقي
“Allah jalla wa ‘Ala pada
hari kiamat kelak akan bersabda: ’Pada hari ini ahlul jam’i akan
mengetahui siapa orang ahlul karam (orang yang mulia). Ada yg bertanya:
Siapakah orang-orang yg mulia itu? Allah menjawab, Mereka adalah
orang-orang peserta majlis-majlis dzikir di masjid-masjid ”.
Ancaman bagi orang yang menghadiri kumpulan tanpa disebut nama Allah dan Shalawat atas Nabi saw.
Hadits riwayat Turmudzi (yang menyatakan Hasan) dari Abu Hurairah, sabda Nabi saw :
مَا قَعَدَ قَوْمُ مَقْعَدًا
لَمْ يَذْكُرُونَ اللهَ فِيهِ وَلَمْ يُصَلُّوْا عَلَى النَّبِيِّ اِلاَّ
كَانَ عَلَيْهِمْ حَسْرَةً يَوْمَ الْقِيَامَةِ (رواه الترمذي وقال حسن
“Tiada suatu golongan pun
yang duduk menghadiri suatu majlis tapi mereka disana tidak dzikir pada
Allah swt. dan tak mengucapkan shalawat atas Nabi saw., kecuali mereka
akan mendapat kekecewaan di hari kiamat”.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar